kepiting dan rajungan...sama tp berbeda
Jumat, Januari 22, 2010 | Author: ksatria_bontot

I. Pendahuluan

Secara umum morfologi rajungan berbeda dengan kepiting bakau, di mana rajungan (Portunus pelagicus) memiliki bentuk tubuh yang lebih ramping dengan capit yang lebih panjang dan memiliki berbagai warna yang menarik pada karapasnya. Duri akhir pada kedua sisi karapas relatif lebih panjang dan lebih runcing. Rajungan hanya hidup pada lingkungan air laut dan tidak dapat hidup pada kondisi tanpa air. Dengan melihat warna dari karapas dan jumlah duri pada karapasnya, maka dengan mudah dapat dibedakan dengan kepiting bakau (Kasry, 1996).

Kepiting dan rajungan tergolong dalam satu suku (familia) yakni Portunidae dan seksi Brachyura. Cukup banyak jenis yang termasuk dalam suku ini. Dr Kasim Moosa yang banyak menggeluti taksonomi kelompok ini mengemukakan bahwa di Indo-Pasifik Barat saja diperkirakan ada 234 jenis, dan di Indonesia ada 124 jenis. Di Teluk Jakarta dan Pulau-pulau Seribu diperkirakan ada 46 jenis. Tetapi dari sekian jenis ini, hanya beberapa saja yang banyak dikenal orang karena biasa dimakan, dan tentu saja berukuran agak besar. Jenis yang tubuhnya berukuran kurang dari 6 cm tidak lazim dimakan karena terlalu kecil dan hampir tidak mempunyai daging yang berarti. Beberapa jenis yang dapat dimakan ternyata menimbulkan keracunan

Jenis yang paling populer sebagai bahan makanan dan mempunyai harga cukup mahal adalah Scylla serrata, kadang-kadang dikenal dengan nama kepiting, kepiting hijau atau kepiting Cina. Ukurannya bisa mencapai 20 cm. Capit pada jantan dewasa lebih panjang daripada capit betina. Kepiting yang bisa berenang ini terdapat hampir di seluruh perairan pantai Indonesia, terutama di daerah mangrove, juga di daerah tambak air payau atau muara sungai, jarang ditemukan di pulau-pulau karang.

II.Ciri – ciri morfologi

Jenis lain yang juga banyak dijumpai dijual di pasar adalah Portunus pelagicus, lazim dikenal dengan nama rajungan. Hewan ini bisa mencapai ukuran 18 cm, capitnya memanjang, kokoh dan berduri. Pada hewan ini terlihat adanya perbedaan yang menyolok antara jantan dan betina. Rajungan jantan mempunyai ukuran tubuh lebih besar, sapitnya pun lebih lebih panjang daripada yang betina. Warna dasar pada yang jantan adalah kebiru-biruan dengan bercak-bercak keputih-putihan agak suram. Perbedaan warna ini jelas pada individu yang agak besar, walaupun belum dewasa.

Bila kepiting hidup di perairan payau, seperti di hutan bakau atau di pematang tambak, rajungan hidup di dalam laut. Rajungan memang tergolong hewan yang bermukim di dasar laut, tapi malam hari suka naik ke permukaan untuk cari makan. Makanya rajungan disebut juga "swimming crab" alias kepiting yang bisa berenang. Rajungan Portunus ini hidup pada habitat yang beranekaragam: pantai dengan dasar pasir, pasir lumpur, dan juga laut terbuka. Dalam keadaan biasa, ia diam di dasar laut sampai kedalaman lebih 65 m, tetapi sekali-kali ia dapat terlihat berenang dekat ke permukaan laut. Untuk keperluan renangnya, pasangan kakinya yang paling belakang berbentuk dayung. Capitnya digunakan untuk memasukkan makanan ke mulutnya

Dalam pertumbuhannya, rajungan (dan semua anggota Portunidae) sering berganti kulit. Kulit kerangka tubuhnya terbuat dari bahan berkapur dan karenanya terus tumbuh. Jika ia akan tumbuh lebih besar maka kulitnya akan retak pecah dan dari situ akan keluar individu yang lebih besar dengan kulit yang masih lunak. Rajungan yang baru berganti kulit, tubuhnya masih sangat lunak, diperlukan beberapa waktu untuk dapat membentuk lagi kulit pelindung yang keras. Masa selama bertubuh lunak ini merupakan masa paling rawan dalam kehidupan kepiting, karena pertahannya pun sangat lemah. Tidak jarang ia disergap, dirobek-robek dan dimakan oleh sesama jenisnya. Kanibalisme di kalangan rajungan tampaknya memang merupakan hal yang sering terjadi terutama dalam ruang terbatas, baik pada yang dewasa maupun yang masih larva.

Seekor rajungan dapat menetaskan telurnya menjadi larva sampai lebih sejuta ekor. Larva yang baru menetas ini bentuknya sangat berlainan dari bentuk dewasa. Larva ini mengalami beberapa kali perubahan bentuk sampai mendapatkan bentuk seperti yang dewasa. Larva yang baru ditetaskan (tahap zoea) bentuknya lebih mirip udang daripada rajungan. Di kepalanya terdapat semacam tanduk memanjang, matanya besar dan di ujung kakinya terdapat rambut-rambut. Tahap zoea ini sendiri lagi dari 4 tingkat untuk kemudian berubah ke tahap megalopa dengan bentuk yang lain lagi. Berbeda dengan yang dewasa yang hidup di dasar, larva rajungan berenang-renang, terbawa arus, dan hidup sebagai plankton. Pada tahap megalopa, bentuknya sudah mulai mirip rajungan, tubuhnya makin melebar, kaki dan capitnya sudah jelas wujudnya, matanya sangat besar (bahkan bisa lebih besar dari mata yang dewasa). Barulah pada perkembangan tahap berikutnya terbentuk juvenil yang sudah merupakan rajungan muda.

Ada beberapa jenis rajungan lainnya yang juga bisa dimakan. Di Jakarta misalnya sekali-kali dapat ditemukan rajungan bintang (Portunus sanguinolentus) yang mudah dikenal dengan adanya bintik berwarna merah coklat di punggungnya. Rajungan ini ukurannya lebih kecil dari Portunus pelagicus, dan hidup di laut terbuka mulai dari tepi pantai sampai kedalaman lebih dari 30 m, Seringkali ditemukan juga rajungan karang (Charybdis feriatus) yang mempunyai warna yang khas, coklat kemerah-merahan, dan di punggungnya terdapat gambaran pucat menyerupai salib.

Rajungan lain yang bisa berenang dan dengan ukuran yang lebih kecil adalah rajungan angin (Podophthalmus vigil), yang umumnya hidup di laut terbuka sampai kedalaman 70 m. Cirinya yang sangat menonjol adalah matanya yang mempunyai tangkai yang amat panjang dan bisa direbahkan. Jenis ini seringkali tertarik oleh sinar lampu dan karenanya bisa tertangkap juga dengan bagan.

Selain kepiting atau rajungan, masih banyak jenis lainnya dari seksi Brachyura yang mempunyai ciri-ciri dan bentuk, sifat-sifat hidup dan lingkungan yang berbeda-beda. Di daerah pasang surut dengan hamparan pasir yang luas di daerah-daerah tertentu dapat ditemukan kepiting Myctyris, nama Inggrisnya adalah “soldier crab”, sedangkan di sini diberi julukan “tentara Jepang”. Di pantai dekat Merauke, jika air sedang pasang surut, mereka bisa terlihat bergerak kian kemari di atas pasir, serentak dalam gerombolan besar yang terdiri dari ratusan atau ribuan individu dengan penuh kewaspadaan. Dengan sedikit gangguan saja, misalnya dengan langkah seorang yang mendekat, maka tiba-tiba saja mereka akan lenyap seketika secara serempak, memasuki lubang perlindungan. Baru setelah situasi dianggap aman, mereka akan keluar lagi beramai-ramai hilir mudik di atas pasir.

Lebih dekat ke daratan akan dijumpai kepiting atau ketam yang makin dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang lebih kering. Di lumpur-lumpur lunak di dasar hutan-hutan mangrove yang tidak terlalu rimbun sering ditemukan ketam binatu dari marga Uca. Umumnya berukuran kecil, tetapi biasanya sangat menyolok karena warnanya yang “menyala”, merah, hijau atau biru metalik, sangat jelas lebih-lebih dengan latar belakang lumpur bakau yang berwarna hitam. Ciri yang sangat menonjol, ialah pada yang jantan salah satu capitnya berukuran sangat besar, sama sekali tak seimbang dengan ukuran capit yang satunya lagi yang kecil sekali. Capit besar ini sering terlihat menggapai-gapai. Di pantai yang berbatu-batu, kemungkinan akan menjumpai kepiting berwarna hijau menarik, Grapsus. Kakinya panjang-panjang, sangat cekatan bergerak di batu-batu yang terhempas ombak. Capitnya kecil saja.

Lebih ke darat, di atas daerah pasang surut, bisa ditemukan gelenteng (Ocypode marcrophtalmus) yang sudah lebih menyesuaikan diri dengan kehidupan darat (terrestrial). Hewan ini yang tubuhnya bisa berukuran sekitar 6 cm membuat lubang-lubang yang dalam di pasir (sampai 1 m) di sekitar batas atas garis pasang. Kakinya lancip dan panjang hingga dapat bergerak dengan cepat, matanya mempunyai tangkai yang panjang. Ia dilengkapi dengan capit yang kuat. Malam hari baru ia keluar dari lubangnya untuk mencari makanan berupa hewan-hewan mati, atau juga hewan hidup. Dalam bahasa Inggris, hewan ini diberi nama yang seram, “ghost crab” (kepiting hantu). Di kalimantan dilaporkan adanya gelenteng yang buas, dapat menyergap tukik (anak penyu yang baru ditetaskan) yang sedang menuju ke laut. Kemudian diseret ke lubangnya dan dicabik-cabik untuk dimakan.

Penyesuaian untuk hidup di darat, dimungkinkan karena kepiting ini mempunyai kantong insang yang berisi air yang dibawanya kemana-mana. Sekali-sekali jika air dalam kantong itu telah jenuh maka harus diganti lagi dengan air yang baru. Di pulau Kerakatau terdapat kibau (Gecarcoidea lalandei). Jenis kepiting ini juga sudah menyesuaikan diri hidup di darat, bahkan terdapat sampai ke puncak Krakatau. Tetapi ikatannya dengan laut belum terputus sama sekali. Telurnya ditetaskan di laut.

Tidak semua kepiting dari seksi Brachyura ini hidup bebas dalam air, banyak jenis diantaranya mempunyai persekutuan hidup yang sudah begitu akrab dengan hewan lainnya. Bagi orang yang gemar makan kerang darah (Anadara) misalnya mungkin pernah sesekali waktu menjumpai ada kepiting kecil, sekitar 5 mm, hidup di dalam ruangan cangkang kerang tersebut. Kepiting kecil ini (Pinnotheres palaensis) tubuhnya agak bulat, mempunyai mata kecil, kaki yang ramping, dan menumpang cari makan (kommensal) sambil berlindung pada si kerang. Ada pula kepiting Pinnotheres seperti yang hidup di dalam tubuh teripang Holothuria scabra yakni di saluran kloakanya. Kadang-kadang sepasang jantan dan betina berada bersama-sama daam satu individu teripang. Sebagian lagi, misalnya marga Xaiva dan Caphyra hidup bersama-sama dengan hewan lunak (Oktocoralia).

Kepiting dari suku Dromiidae mempunyai kebiasaan yang aneh pula. Untuk penyamaran tubuhnya (camouflage), ia biasanya “menggendong” spons (sponge) yang hidup, yang diletakkan di punggungnya dan dibawanya kemana-mana. Ini dimungkinkan karena pasangan kaki ke-4 dan ke-5 nya menghadap ke atas dan mempunyai sapit kecil untuk memegang gendongannya. Gambar 140 menunjukkan bagaimana seekor kepiting Dromia menaikkan gendongannya ke atas punggung, dengan cara menggulingkan diri terlebih dahulu. Jika perlu spons itu dipotong-potong dan dibentuk dulu agar sesuai untuk punggungnya.(puser).

Dari segi kesehatan, keunggulan rajungan adalah kandungan proteinnya cukup tinggi, sementara kandungan lemak dan kolesterolnya rendah. Proteinnya sekitar 16-17gr per 100gr daging rajungan itu. Jadi cukup besar untuk menjadi sumber protein yang sangat potensial. Bagi konsumen yang membatasi makanan berlemak dan kolesterol tinggi, rajungan adalah sahabat baik Anda. Menikmati hidangan laut ini tidak akan menyebabkan Anda terkena penyakit jantung atau tekanan darah tinggi. Kandungan lemak dan kolesterol di dalam rajungan sangat rendah. Jenis kepiting ini bukan saja sebagai sumber makanan, namun juga kaya kandungan gizi. Bahkan kandungan protein rajungan lebih tinggi daripada kepiting. Antara lain karbohidrat, kalsium, fosfor, zat besi, vitamin A, dan vitamin B1.

Sumber :

http://www.dkp.go.id/content.php?c=1592

http://tips-tips-http : //sehat.blogspot.com/2009/01/ini-bedanya-r

enzim papain
Jumat, Januari 22, 2010 | Author: ksatria_bontot

Tanaman pepaya tentunya sudah tak asing lagi bagi kita. Buahnya yang muda biasa dibuat rujak, sedang yang tua dan matang dibuat manisan atau dimakan dalam keadaan segar. Selain lezat rasanya ia juga bergizi tinggi dan dapat menghilangkan dahaga. Ternyata disamping untuk sayur dan rujak, buah pepaya muda dapat juga digunakan untuk mengempukan daging. Yang berperan dalam proses pengempukan adalah enzim yang terkandung didalam getah buah papaya muda itu.

Getah ini dapat dibuat tepung dan tidak kehilangan keaktifannya dalam mengempukan daging, serta dapat digunakan secara praktis dan kapan saja. Teknologi pembuatannya sederhana sehingga dapat dijadikan teknologi tepat guna, serta dapat juga dikomersilkan dengan mengemasnya dalam kemasan plastik atau botol seperti bungkus atau wadah bumbu masak (vetsin) dan dijual dipasaran sebagai “obat” pengempuk daging.

Kandungan Kimia pada Getah Pepaya

Dalam getah pepaya terkandung enzim-enzim protease (pengurai protein) yaitu papain dan kimopapain. Kadar papain dan kimopapain dalam buah pepaya muda berturut-turut 10 % dan 45% .

Lebih dari 50 asam amino terkandung dalam getah pepaya kering itu antara lain asam aspartat, treonin, serin, asam glutamat, prolin, glisin, alanin, valine, isoleusin, leusin, tirosin, phenilalanin, histidin, lysin, arginin, tritophan, dan sistein.

Papain merupakan satu dari enzim paling kuat yang dihasilkan oleh seluruh bagian tanaman pepaya.. Pada pepaya, getah termasuk enzim proteolitik. Protein dasar itu memecah senyawa protein menjadi pepton. Contoh enzim proteolitik lainnya adalah bromelain pada nanas, renin pada sapi dan babi. Pemakaiannya masih jarang lantaran sulit diekstrak dan aktivitasnya lebih rendah dibanding papain.

1. Cara Pengambilan Papain

Papain diperoleh melalui penyadapan getah buah pepaya minimal berumur 3 bulan. Kemudian getah dikeringkan pada suhu 60 - 70oC selama 12 jam. Jika suhu terlalu tinggi, enzim proteolitik di papain rusak, kata Tofan A. Rachfianto, pengusaha papain sejak 2004 di Kediri, Jawa Timur. Setelah dimurnikan dengan ethanol 95%, getah bersalin menjadi tepung putih hingga kekuningan dengan rasa dan bau khas.

Mutu papain tergantung jenis pepaya, jumlah torehan, interval penyadapan, cara pengeringan, dan penyimpanan. Penelitian produksi papain dari berbagai jenis pepaya dilakukan Dudung Muhidin di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Jakarta, pada 1974. Pepaya yang memiliki kandungan proteolitik tertinggi adalah pepaya cibinong mencapai 113,02 unit/gram British Standard. Sedangkan produktivitas tertinggi adalah semangka paris yang berumur 2, 5 bulan setelah bunga mekar. Pada saat itu, produktivitasnya mencapai 1 kg getah per tanaman.

Jumlah torehan maksimal 5 buah dengan kedalaman 2 mm. Tujuannya agar pepaya tidak cepat busuk. Interval penyadapan terbaik, 4 hari sekali pada pukul 05.00 - 08.00. Buah pepaya disadap 14 kali dengan pisau khusus. Hasilnya, satu buah pepaya menghasilkan 40 gram getah selama 70 hari atau sebanding dengan 4 gram papain kasar. Untuk meningkatkan produksi, hormon ethepon atau bawang putih dioles di permukaan kulit buah sehari sebelum penyadapan.

Papain yang diproses dengan teknologi spray dryer atau freeze drying berkualitas tinggi. Warna putih susu dapat bertahan hingga 10 tahun. Sebaliknya, papain hasil pengeringan matahari berwarna cokelat. Dalam 3 hari saja warna menjadi lebih gelap dan mengeluarkan bau tak sedap.
Penyimpanan papain standar internasional berupa kemasan primer dalam plastik vakum dan kaleng sebagai kemasan sekunder. Pengamanan berlapis itu mencegah reaksi oksidasi yang menurunkan nilai aktivitas proteolitik. Beragam industri seperti pengempuk daging, sabun, kosmetik, dan minuman menggunakan papain maksimal 6 bulan, saat nilai proteolitik stabil.

2. Tepung Getah pepaya

Untuk membuat tepung getah pepaya caranya mudah saja. Kita hanya menoreh atau menggores buah pepaya muda yang masih tergantung dipohon dan getah yang keluar ditampung dalam wadah. Buah tersebut tidah perlu dilepas dari pohonnya sehingga dapat dibiarkan menjadi matang. Pengambilan getah dapat dilakukan beberapa kali selama buah masih muda dan mengandung banyak getah. Setelah terkumpul, getah ditempatkan dalam wadah alumunium atau wadah lain yang berbentuk nampan, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan oven pada suhu 40 – 50 o C. Selama penjemuran atau pengeringan, kebersihan getah dan lingkungan harus betul-betul dijaga. Setelah kering, kemudian ditumbuk dan disaring hingga didapat tepung halus, sehalus tepung beras atau tepung terigu.

3. Kegunaan Papain

a.Teknologi Pangan

a.1 Pelunak Daging

Penggunaan tepung enzim untuk mengempukan daging dapat dilakukan dengan berbagai macam-macam cara. Pertama dengan menaburkan tepung getah pepaya pada seluruh permukaan daging mentah. Untuk mendapat penyebaran enzim lebih merata, daging ditusuk-tusuk terlebihdahulu sebelum diberi enzim. Daging yang telah dicampur dengan tepung enzim dapat langsun dimasak tanpa diperam terlebih dahulu. Dalam bentuk segar proses pengempukan belum terjadi. Proses pengempukan daging dengan enzim papain akan berlangsung selama proses pemasakan (enzim ini akan aktif pada suhu pemasakan).

Cara lain yang dapat dilakukan adalah merendam dalam larutan enzim; menyemprotkan larutan enzim atau dengan menyuntikan larutan enzim kedalam berbagai tempat pada daging. Bahkan dapat pula menyuntikan pada ternak hidup yang disebut pengempukan antemortem, yang banyak dilakukan di negara barat. Cara-cara diatas dilakukan pada industri-industri pangolahan daging, karena dapat dilakukan dalam skala besar.

Penyuntikan larutan enzim papain kedalam ternak hidup dikenal sebagai pengempukan daging antemortem atau teknik proten process dan dagingnya disebut daging proten. Penyuntikan dilakukan pada pembuluh darah balik leher (vena jugularis) pada ternak besar pembuluh vena pada sayap unggas. Penyuntikan ini dilakukan beberapa waktu sebelum ternak dipotong, yakni kira-kira 5 – 10 menit untuk ternak besar seperti sapi dan kerbau dengan dosis 0.2 – 0.7 ml untuk tiap kg berat hidup (aktivitas larutan papain 100 tyrosil unit per ml).

Pada unggas dilakukan 5 – 10 detik sebelum hewan dipotong. Waktu penyuntikan ini ada hubungannya dengan sirkulasi darah secara lengkap (dari jantung keseluruhtubuh kemudian kembali ke jantung lagi) pada hewan. Untuk hewan besar, sirkulasi lengkap sekitar 1 – 2 menit dan pada unggas hanya 2 detik. Jumlah larutan yang disuntikan kedalam ternak besar biasanya 80 – 120 ml dan pada unggas 2 – 3 ml.

Larutan papain yang digunakan untuk penyuntikan biasanya papain murni. Tetapi dapat juga menggunakan tepung getah pepaya (tepung papain) dengan beberapa perlakuan pendahuluan. Untuk itu, 75 gram tepung papain dicampur dengan 75 gram gliserin murni sehingga terbentuk pasta, kemudian dilarutkan dalam air suling sebanyak 500 ml. Setelah itu dilakukan pemusingan (sentrifusa) sehingga didapat larutan bening. Larutan ini kemudian dibebas kumankandengan saringan bakteri (seitz filter). Dengan cara ini keaktifan enzim yang diperoleh sekitar 800 – 1500 tyrosil unit per ml.

Dibanding cara lain, penyuntikan antemortem dianggap paling efisien. Sistem peredaran darah dapat membagi dosis papain keseluruh jaringan tubuh dengan proporsi yang diharapkan; jantung dapat memompa enzim keseluruh tubuh; dan jika hewan tidak jadi dipotong, ia masih dapat hidup terus karena papain dapat dikeluarkan dari tubuh hewan tersebut melalui system metabolismenya.

Di Amerika Serikat, satu jam sebelum pemotongan, sapi diinjeksi papain 1% dari bobot tubuh. Protein hewani dipecah menjadi pepton, tingkat stres hewan pun menurun sehingga memudahkan pemotongan. Dengan metode sama, papain disuntikkan pada hewan setelah dipotong. Itu dilakukan untuk melunakkan daging. Jumlah papain yang digunakan 0,05% ditambah 0, 2% garam dan 0, 01% monosodium glutamat. Dosis yang terlalu banyak dapat menghancurkan daging seperti bubur. Sebaliknya jika terlalu rendah, daging tetap kenyal sulit untuk dikunyah. Papain akan bekerja optimal dengan pemanasan 70oC. Pada suhu kamar, papain mempercepat pencairan daging beku.

a.2 Pembuat Protein Hewani

Disamping menguraikan protein, papain mempunyai kemampuan untuk membentuk protein baru atau senyawa yang menyerupai protein yang disebut plastein. Bahan pembentuk plastein berasal dari hasil peruraian protein daging. Pembentukkan plastein ini dapat lebih mengempukan daging.

Kimopapain merupakan enzim yang paling banyak terdapat dalam getah pepaya. Daya kerjanya mirip dengan papain, tetapi mempunyai daya tahan panas yang lebih besar. Juga, kimopapain lebih tahan terhadap keasaman tinggi, bahkan stabil dan masih aktif pada pH 2.0 (makanan sangat asam).

Fungsi pemecah protein justru dimanfaatkan untuk pembuatan produk tinggi protein hewani. Di Perancis dan Jerman, ikan ikan apkir pada industri pengalengan dikumpulkan menjadi satu dan disiram 1% papain. Hasilnya, protein ikan untuk pengganti susu skim, sumber protein dan substitusi ekstrak minyak hati ikan tuna yang harganya menjulang. Produsen keju, margarin, dan permen karet juga membutuhkannya. Papain digunakan dalam pembekuan susu menjadi margarin dan keju. Hasilnya lebih lembut dan harga lebih murah dibanding bila memanfaatkan enzim renin.

a.3 Penjernih Bir

Industri minuman tak luput membutuhkan getah papain. Di Amerika paling banyak digunakan perusahaan bir, kata Gumbira. Dengan penambahan papain menghasilkan warna lebih terang dan rasa yang kuat. Itu karena kandungan asam askorbat dan asam glutation yang dikandung papain. Kedua asam lemak itu menjaga stabilitas warna ketika didinginkan. Minuman fermentasi gandum menjadi gelap di bawah suhu ruang lantaran protein mengendap. Lantas, papain melarutkannya. Selain warna, aktivitas papain juga menghasilkan bir rendah kalori dan awet.

a.4 Ragi Biskuit

b. Kesehatan

b.1 Anti Kanker dan Tumor

Faedah getah pepaya untuk kesehatan dibuktikan Bouchut secara ilmiah pada 125 tahun silam. Seperti dikutip Journal Society of Biology pada 1879, papain bersifat antitumor. Peran itu diemban oleh kandungan senyawa karpain, alkaloid bercincin laktonat dengan 7 kelompok rantai metilen. Dengan konfigurasi itu, tak hanya tumor dan penyakit kulit yang disembuhkannya. Karpain juga ampuh menghambat kinerja beberapa mikroorganisme. Karpain mencerna protein mikroorganisme dan mengubahnya menjadi senyawa turunan bernama pepton. Inang pun kekurangan makanan dan mati. Itulah yang terjadi pada Mycobacterium tuberculosis, penyebab penyakit TBC, virus disentri Komagome B III (Ichikawa), dan Typhoid bacilli, penyebab typus.

Ramsawamy dan Sirsi dalam Journal of Indian Pharmation membuktikan dosis 0,01% karpain dalam ethanol menghambat perkembangan lymphoid dan lymphosis leukemia. Jumlah senyawa karpain pada getah pepaya mencapai 0,4%. ?Selain tumor, karpain bisa menurunkan tekanan darah dan pacu jantung, ujar Sabari Sosrodiharjo, peneliti papain di Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Departemen Pertanian. Itu sebabnya pengidap penyakit jantung mengasup 0,01 g/hari; hipertensi, 20 mg/hari karpain hidroklorida.

Papain juga terbukti menginaktifkan kinerja insulin seperti diteliti Wutzemann dan Livshis pada 1923. Berkat kandungan 11.6 % potasium benzylglucosinolate, ia mampu mengurangi gula darah sekaligus mempercepat penyembuhan luka. Kinerja itu dibantu oleh asam hidrosianik yang bersifat antiseptik. Papain pun mengandung 1,2% sulfur yang berfungsi mengobati penyakit kulit seperti jerawat, kutil, bekas luka, dan sebagai krim penghilang rambut.

b.2 Obat Cacing

Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Dalam hal ini, bagian pepaya itu bekerja sebagai vermifuga.

Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai obat anticacing di antaranya yang dilakukan secara in vitro oleh Atiyah. Dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 - 55oC selama enam jam. Uji terhadap Ascaris suilla dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain. Papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg.

Pemerikasaan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemoconthus contortus R.), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan oleh Anita Ridayanti. Hasilnya menunjukkan, pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya.

Inong Nuraini, dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya), sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gegantica) setelah setengah jam. Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati.
Sementara itu Elita Rahman, dari Jurusan Farmasi FMIPA USU, mencoba membandingkan khasiat antelmentik kulit batang delima putih (Punica granatum) dan perasan daun pepaya secara in vitro. Hasilnya, daun pepaya memepunyai khasiat antelmentik lebih kuat dari kulit batang delima putih pada konsentrasi 30%. Akan tetapi, dibandingkan dengan piperazuin sitrat 0,2%, khasiat kedua tanaman lebih lemah. Kedua tanaman bekerja sebagai vermifuga.

Untuk memanfaatkan biji pepaya sebagai obat anticacing diperlukan biji pepaya sebanyak 2 sendok makan, dicuci, dan digiling halus. Biji pepaya halus itu disedu dengan ½ cangkir air panas dan diberi 1 sendok makan madu. Setelah suam-suam kuku ramuan diminum 1 kali sehari selama 3 kali berturut-turut.

Kalau akar pepaya yang digunakan, diperlukan beberapa potong akar pepaya. Akar pepaya dibersihkan dan dilumat bersama dengan bawang putih, ditambah segelas air, kemudian didihkan sampai diperoleh ½ gelas air. Campuran disaring ke dalam gelas. Minum 2 kali sehari masing-masing ¼ gelas. Ramuan akar pepaya ini hanya untuk mengusir cacing kremi.

Sementara bila dipilih daunnya, penggunaannya dengan cara merebus daunnya dalam air mendidih lebih kurang selama 15 menit dan airnya diminum. Bagian daun pepaya yang diduga sebagai anticacing adalah carposide (karposit).

b.3 Penyembuh Luka

Selain karpain ada beberapa komponen organik dalam papain yang paling dibutuhkan dunia farmasi. Komponen itu adalah benzylglucosinolate, benzylisothiosianat (BITC), kolin, karpain, pseudokarpain, dan dehidrokarpain. BITC antibakteri dan anticendawan efektif sebagai penyembuh luka dan insektisida. Sedangkan kolin, stimulan untuk melunakkan otot-otot saraf.

b.4 Anti Disentri

b. 5 Antinyamuk

c. Kosmetik

c1. Penghalus wajah

Asam amino dalam getah pepaya menjadi bahan baku industri kosmetik untuk menghaluskan kulit, menguatkan jaringan agar lebih kenyal, dan menjaga gigi dari timbunan plak.

d. Kerajinan

Penyamak kulit dan bulu

Copyright © 2008 Article Colection. Allright Reserved.
Design by Rusiman.
Cacing Anisakis Sp
Jumat, Januari 22, 2010 | Author: ksatria_bontot

I. Identifikasi.

Merupakan penyakit parasit dari saluran pencernaan manusia biasanya ditandai dengan gejala sakit pada abdomen, kejang dan muntah, oleh karena mengkonsumsi makanan mentah atau ikan laut yang belum diolah, yang mengandung larva cacing ascaridoid. Larva yang motil bergerak menembus dinding lambung menimbulkan lesi atau ulkus akut disertai dengan mual, muntah dan sakit epigastrik, kadang disertai dengan hematemesis. Larva ini mungkin migrasi ke atas dan menempel di dinding orofaring dan menyebabkan batuk. Di usus halus, larva menimbulkan abses eosinofil, dengan gejala menyerupai apendisitis atau enteritis. Pada saat larva menembus masuk rongga peritoneal, jarang sekali mengenai usus besar.

Diagnosa dibuat dengan menemukan larva dengan panjang 2 cm yang masuk kedaerah orofaring atau dengan menemukan larva melalui pemeriksaan gastroskopik atau menemukan larva pada sampel jaringan yang diambil dengan cara pembedahan. Tes serologis sedang dalam pengembangan.

II. Penyebab penyakit.

Larva nematoda dari sub famili Anisakinae genera Anisakis dan Pseudoterranova.

III. Distribusi penyakit.

Penyakit menimpa orang yang mengkonsumsi ikan laut, gurita atau cumi mentah atau yang tidak ditangani dengan baik (dibekukan, diasinkan, direndam garam atau diasap). Kebiasaan makan ikan mentah ini umum terjadi di Jepang (sushi dan sashimi), Belanda (herring), Skandinavia (gravlax), dan di Pantai Pasifik dari Amerika Latin (ceviche). Lebih dari 12.000 kasus ditemukan di Jepang. Dahulu penyakit ini sering ditemukan di Belanda. Namun sekarang terlihat jumlah penderita bertambah hampir diseluruh Eropa Barat dan AS dengan meningkatnya konsumsi ikan mentah.

IV. Reservoir.

Anisakinae tersebar luas di alam, tetapi hanya jenis tertentu saja yang menjadi parasit pada mamalia laut dan merupakan ancaman bagi manusia. Siklus hidup parasit ini dialam meliputi transmisi larva dari satu predator ke predator lain, yaitu dari crustacea yang dimakan oleh cumi, gurita atau ikan, lalu dimakan oleh mamalia laut sedangkan manusia sebagai hospes insidental.

V. Cara penularan

Larva infektif hidup di dalam mesenterium perut ikan; seringkali sesudah ikan mati larva pindah ke otot ikan. Ketika dimakan oleh manusia larva dilepaskan pada waktu dicerna dalam perut, larva bisa menembus mukosa lambung atau mukosa usus.

VI. Masa inkubasi

Gejala-gejala pada lambung bisa muncul dalam beberapa jam sesudah menelan larva infektif. Gejala pada usus besar dan usus halus muncul dalam beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari jumlah, besar dan lokasi larva.

VII. Masa penularan

Penularan langsung dari orang ke orang tidak terjadi.

VIII. Kerentanan dan Kekebalan : Setiap orang rentan terhadap penyakit ini.

IX. Cara - cara pemberantasan.

A. Tindakan pencegahan :

1. Hindari mengkonsumsi ikan laut yang tidak dimasak dengan baik. Panaskan ikan laut hingga 60 ºC(140 ºF) selama 10 menit, bekukan hingga – 35 ºC (-31ºF) atau lebih rendah selama 15 jam atau bekukan dengan cara biasa pada – 23ºC (-10ºF) selama paling tidak 7 hari, cara ini akan membunuh larva. Cara pengendalian yang dikembangkan akhir-akhir ini dilaksanakan dengan sukses di Belanda. Irradiasi efektif membunuh parasit.

2. Membersihkan dan membuang usus (eviscerasi) ikan secepat mungkin sesudah ditangkap dapat mengurangi jumlah larva yang masuk ke dalam otot mesenterik.

3. Penerangan dengan lilin direkomendasikan untuk menerangi produk ikan dimana dengan penerangan ini parasit bisa dilihat.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1. Laporan pada instansi kesehatan setempat : tidak dianjurkan, Kelas 5 (lihat Tentang pelaporan penyakit menular). Namun perlu dilaporkan jika ditemukan satu kasus atau lebih di daerah yang sebelumnya tidak pernah dilaporkan ada kasus, atau didaerah dimana tindakan pengendalian sedang berlangsung, kasus yang ditemukan sebaiknya dilaporkan.

2. Isolasi : tidak diperlukan .

3. Disinfeksi serentak : tidak diperlukan.

4. Karantina : tidak diperlukan.

5. Imunisasi kontak : tidak diperlukan

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : tidak ada.

7. Pengobatan spesifik : menghilangkan larva dengan cara gastroskopik, eksisi dari luka.

C. Penanggulangan wabah : tidak ada.

D. Implikasi bencana : tidak ada.

E. Tindakan internasional : tidak ada.

Copyright © 2005 Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan - Departemen Kesehatan R.I.

musim - musim angin di perairan Kep seribu
Jumat, Januari 22, 2010 | Author: ksatria_bontot

Kepulauan Seribu merupakan salah satu wilayah di Jakarta yang memiliki kekayaan dan aneka ragam hayati laut. Makanya, bagi yang hobi memancing, sudah tak asing lagi dengan Kepulauan Seribu yang kaya akan berbagai jenis ikannya. Sayangnya, tak semua keanekaragaman hayati tersebut dapat ditemui dalam waktu bersamaan. Ada saat-saat tertentu dimana beberapa jenis ikan akan muncul.

Kemunculan ikan-ikan ini dipengaruhi faktor angin yang biasa berhembus di laut. Berdasarkan perhitungan para nelayan, ada beberapa musim angin yang bagus untuk melaut dan ada beberapa musim yang baiknya tidak melaut. Informasi ini, diharapkan bisa menjadi referensi bagi para pemancing sebelum bertolak ke Kepulauan Seribu.

Musim Daya Laut
Merupakan musim yang baik untuk memancing atau bagi nelayan baik untuk melaut. Karena pada musim daya laut yang terjadi sekitar Oktober-November, kondisi alam cukup bersahabat. Tiupan angin yang tidak begitu kencang dengan ombak yang tenang sangat cocok untuk mencari ikan di laut. Pada musim ini, biasanya sejumlah ikan seperti Ikan Manyang, Kembung, Selar, Teri, dan Tongkol sangat mudah ditemui.

Musim Barat Daya
Biasanya pada musim ini, angin bertiup dari arah barat daya ke arah timur laut melewati pulau-pulau dengan kecepatan yang sangat kencang (badai), warga setempat menyebutnya dengan istilah angin barat daya. Kondisi ini tentu diperparah dengan ombak laut yang cukup ganas serta badai angin. Musim ini biasanya terjadi sekitar awal tahun baru, yaitu bulan November-Januari.

Nelayan setempat, meyebut musim ini sebagai musim “paceklik” karena banyak nelayan kepulauan seribu yang tidak berani melaut. Pada musim ini, nyaris seluruh perairan seperti tidak ada ikannya. Untuk itu, jika memaksa memancing pada musim ini siap-siap saja gigit jari.

Musim Timur
Pada musim ini biasanya terjadi mulai Juni-Agustus. Musim timur, biasanya angin bertiup kencang mulai pagi hingga malam hari dengan iringan badai dan gelombang laut yang besar. Pada musim ini, ketinggian gelombang bisa mencapai 1-2 meter. Karena gelombang tinggi, beberapa nelayan menjalankan aktifitasnya pada malam hari dnegan alat pancing.

Musim Tenggara
Musim ini merupakan musim yang paling dibenci para warga Kepulauan Seribu, karena saat ini biasanya beberapa perairan dipenuhi beragam sampai dari daratan. Tak heran, masyarakat setempat menyebut musim tenggara dengan musim sampah. Mengikuti arah angin tenggara, beberapa sampah mulai sampah rumah tangga hingga limbah pabrik memenuhi pesisir dari daratan Jakarta dan Tangerang.Musim ini terjadi sepanjang bulan Mei.

Musim Ikan Tongkol
Ikan tongkol merupakan jenis pelagis yang melakukan migrasi melintasi perairan laut jawa. Musim migrasi terjadi pada bulan Oktober hingga April. Pada masa ini nelayan panen ikan tongkol dalam jumlah besar. Sayangnya, melimpahnya jumlah ikan tongkol pada musim ini mengakibatkan harga menjadi turun, ditambah pembeli yang terbatas.

Musim Ikan Tenggiri
Ikan ini juga merupakan jenis pelagis yang menjadi primadona nelayan karena harga jual yang tinggi. Ikan ini banyak dijumpai diperairan Kepulauan Seribu pada bulan-bulan November dan Desember

enjoypulauseribu.com