Cacing Anisakis Sp
Jumat, Januari 22, 2010 | Author: ksatria_bontot

I. Identifikasi.

Merupakan penyakit parasit dari saluran pencernaan manusia biasanya ditandai dengan gejala sakit pada abdomen, kejang dan muntah, oleh karena mengkonsumsi makanan mentah atau ikan laut yang belum diolah, yang mengandung larva cacing ascaridoid. Larva yang motil bergerak menembus dinding lambung menimbulkan lesi atau ulkus akut disertai dengan mual, muntah dan sakit epigastrik, kadang disertai dengan hematemesis. Larva ini mungkin migrasi ke atas dan menempel di dinding orofaring dan menyebabkan batuk. Di usus halus, larva menimbulkan abses eosinofil, dengan gejala menyerupai apendisitis atau enteritis. Pada saat larva menembus masuk rongga peritoneal, jarang sekali mengenai usus besar.

Diagnosa dibuat dengan menemukan larva dengan panjang 2 cm yang masuk kedaerah orofaring atau dengan menemukan larva melalui pemeriksaan gastroskopik atau menemukan larva pada sampel jaringan yang diambil dengan cara pembedahan. Tes serologis sedang dalam pengembangan.

II. Penyebab penyakit.

Larva nematoda dari sub famili Anisakinae genera Anisakis dan Pseudoterranova.

III. Distribusi penyakit.

Penyakit menimpa orang yang mengkonsumsi ikan laut, gurita atau cumi mentah atau yang tidak ditangani dengan baik (dibekukan, diasinkan, direndam garam atau diasap). Kebiasaan makan ikan mentah ini umum terjadi di Jepang (sushi dan sashimi), Belanda (herring), Skandinavia (gravlax), dan di Pantai Pasifik dari Amerika Latin (ceviche). Lebih dari 12.000 kasus ditemukan di Jepang. Dahulu penyakit ini sering ditemukan di Belanda. Namun sekarang terlihat jumlah penderita bertambah hampir diseluruh Eropa Barat dan AS dengan meningkatnya konsumsi ikan mentah.

IV. Reservoir.

Anisakinae tersebar luas di alam, tetapi hanya jenis tertentu saja yang menjadi parasit pada mamalia laut dan merupakan ancaman bagi manusia. Siklus hidup parasit ini dialam meliputi transmisi larva dari satu predator ke predator lain, yaitu dari crustacea yang dimakan oleh cumi, gurita atau ikan, lalu dimakan oleh mamalia laut sedangkan manusia sebagai hospes insidental.

V. Cara penularan

Larva infektif hidup di dalam mesenterium perut ikan; seringkali sesudah ikan mati larva pindah ke otot ikan. Ketika dimakan oleh manusia larva dilepaskan pada waktu dicerna dalam perut, larva bisa menembus mukosa lambung atau mukosa usus.

VI. Masa inkubasi

Gejala-gejala pada lambung bisa muncul dalam beberapa jam sesudah menelan larva infektif. Gejala pada usus besar dan usus halus muncul dalam beberapa hari hingga beberapa minggu tergantung dari jumlah, besar dan lokasi larva.

VII. Masa penularan

Penularan langsung dari orang ke orang tidak terjadi.

VIII. Kerentanan dan Kekebalan : Setiap orang rentan terhadap penyakit ini.

IX. Cara - cara pemberantasan.

A. Tindakan pencegahan :

1. Hindari mengkonsumsi ikan laut yang tidak dimasak dengan baik. Panaskan ikan laut hingga 60 ºC(140 ºF) selama 10 menit, bekukan hingga – 35 ºC (-31ºF) atau lebih rendah selama 15 jam atau bekukan dengan cara biasa pada – 23ºC (-10ºF) selama paling tidak 7 hari, cara ini akan membunuh larva. Cara pengendalian yang dikembangkan akhir-akhir ini dilaksanakan dengan sukses di Belanda. Irradiasi efektif membunuh parasit.

2. Membersihkan dan membuang usus (eviscerasi) ikan secepat mungkin sesudah ditangkap dapat mengurangi jumlah larva yang masuk ke dalam otot mesenterik.

3. Penerangan dengan lilin direkomendasikan untuk menerangi produk ikan dimana dengan penerangan ini parasit bisa dilihat.

B. Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitar.

1. Laporan pada instansi kesehatan setempat : tidak dianjurkan, Kelas 5 (lihat Tentang pelaporan penyakit menular). Namun perlu dilaporkan jika ditemukan satu kasus atau lebih di daerah yang sebelumnya tidak pernah dilaporkan ada kasus, atau didaerah dimana tindakan pengendalian sedang berlangsung, kasus yang ditemukan sebaiknya dilaporkan.

2. Isolasi : tidak diperlukan .

3. Disinfeksi serentak : tidak diperlukan.

4. Karantina : tidak diperlukan.

5. Imunisasi kontak : tidak diperlukan

6. Investigasi kontak dan sumber infeksi : tidak ada.

7. Pengobatan spesifik : menghilangkan larva dengan cara gastroskopik, eksisi dari luka.

C. Penanggulangan wabah : tidak ada.

D. Implikasi bencana : tidak ada.

E. Tindakan internasional : tidak ada.

Copyright © 2005 Ditjen Pengendalian Penyakit & Penyehatan Lingkungan - Departemen Kesehatan R.I.

|
This entry was posted on Jumat, Januari 22, 2010 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

0 komentar: