Waduk Cirata
Selasa, Agustus 04, 2009 | Author: ksatria_bontot

Pengelolaan Waduk Cirata

Sejarah singkat

Waduk Cirata merupakan salah satu danau buatan (man made lake) yang terdapat di Indonesia. Waduk yang dibangun dengan cara membendung sungai Citarum serta mengakibatkan terendamnya lahan pertanian dan rumah penduduk seluas ± 6.200 hektare, menjadikan perubahan ekosistem dari ekosistem daratan serta ekosistem perairan mengalir (lentic) menjadi ekosistem perairan tergenang (lotic) dengan volume air maksimum sebanyak ± 2165 juta meter kubik. Pembangunan Waduk dengan luas 43.777,6 ha yang terdiri dari 37.577,6 ha wilayah daratan dan 6.200 ha wilayah perairan direalisasikan 19 Mei 1984. Melalui serangkaian prosedur, warga puluhan desa di Cianjur, Purwakarta, dan Bandung harus pergi meninggalkan tanah kelahiran. Pada 1 September 1987, desa-desa yang terkena proyek waduk mulai terhapus dari peta saat air Sungai Citarum dan Cisokan mulai menggenangi Cirata. Sebanyak ± 6.335 keluarga harus merelakan tanah kelahiran mereka menjadi genangan air. Terdapat pula ± 3.766 keluarga lain yang terpengaruh proyek. Warga yang terpengaruh langsung dan tidak langsung itu sebagian besar memilih kegiatan ekonomi baru. Sebagian kecil ikut transmigrasi dan kegiatan ekonomi terarah. Perubahan ekosistem tersebut membawa banyak perubahan dalam kehidupan penduduk yang terkena dampak proyek pembangunan waduk. Genangan waduk tersebut tersebar di 3 (tiga) kabupaten, yaitu Kabupaten Cianjur, Purwakarta dan Kabupaten Bandung. Genangan air terluas terdapat di Kabupaten Cianjur.

Pada awalnya pembangunan waduk Cirata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik Jawa-Bali, namun seiring berjalannya waktu kegiatan perekonomian baru mulai tumbuh hingga saat ini. Berkat adanya proyek pembangunan 3 waduk salah satunya Cirata yang multifungsi, masyarakat luas dapat merasakan manfaat sungai citarum yang berhulu digunung wayang Kabupaten Bandung dan bermuara di Laut Jawa Kabupaten Karawang setelah melalui Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Potensi sumber daya air yang demikian besar di Sungai Citarum telah memberikan kontribusi yang sangat tinggi terhadap kesejahteraan warga Jawa Barat termasuk DKI Jakarta dan Indonesia pada umumnya melalui sumber daya listrik yang dihasilkan dari 3 PLTA yang salah satunya PLTA waduk Cirata.

Pengelolaan waduk Cirata

Ø Permasalahan yang timbul

Krisis ekonomi global yang melanda negara-negara didunia membuat pemerintah Indonesia berpikir keras dalam mencari sumber-sumber pemasukan negara. Pencarian sumber-sumber penerimaan negara di atas salah satunya adalah program optimalisasi sumber daya lahan, baik lahan daratan atau perairan. Upaya optimalisasi sumber daya perairan terus digalakkan mengingat bahwa Indonesia memiliki sumber daya perikanan yang kaya dan potensial. Melalui Direktorat Jenderal Perikanan, telah dicanangkan Gema Protekan 2003 dalam rangka meningkatkan perolehan pendapatan negara guna mengatasi krisis ekonomi yang sedang berlangsung. Dalam rangka mendukung pelaksanaan program ini, teknologi keramba jaring apung memiliki prospek yang cerah untuk peningkatan produksi ikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Teknologi budidaya jaring apung sudah mulai diaplikasikan di waduk Cirata pada tahun 1986. Tujuan awal pengembangan jaring apung di waduk Cirata adalah memberikan lapangan kerja baru bagi penduduk yang terkena proyek pembangunan PLTA tersebut. Perkembangan jumlah keramba jaring apung pada tahun 1999 di waduk Cirata (28.739 unit) sudah melebihi dari tingkat yang direkomendasikan oleh UPTD Kabupaten Cianjur (6200 unit).

Perkembangan ini menggambarkan akan beberapa hal diantaranya adalah :

a) Tingginya antusias masyarakat untuk mengelola keramba jaring apung,

b) Tingginya lapangan kerja yang tersedia bagi usaha ini,

c) Semakin beratnya daya dukung waduk dan lingkungan dan

d) Dalam jangka panjang dikhawatirkan nilai guna waduk menjadi menurun dan usaha perikanan tidak berjalan dalam jangka panjang.

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa usaha keramba jaring apung di waduk Cirata sudah tidak layak lagi baik secara lingkungan maupun sosial. Penggunaan waduk dengan jumlah keramba jaring apung yang melebihi batas yang direkomendasikan (telah melebihi daya dukung waduk dan kelestarian lingkungan) merupakan salah satu penyebab permasalahan yang muncul didalam usaha KJA pada waduk Cirata. Terus bertambahnya KJA diwaduk Cirata menyebabkan Penurunan kualitas air yang akan memicu pertumbuhan Virus, Bakteri dan Blooming plankton melalui proses eutrofikasi badan air. Sisa - sisa pakan berlebih dari setiap KJA juga dapat mengakibatkan sedimentasi pada dasar waduk atau dengan kata lain dapat dikatakan faktor yang memperpendek usia waduk.

Kematian massal yang sempat melanda dan melumpuhkan usaha budidaya KJA waduk Cirata pada tahun 2002-2005 akibat serangan Koi Virus Herpes (KHV) yang menyebar dari Pembudidaya ikan Koi. Hal ini merupakan sebuah gambaran bahwa kondisi waduk sudah mengalami kerusakan, Penurunan Kualitas air Menyebabkan daya tahan ikan menurun sehingga lebih mudah terserang penyakit. Umumnya pada perairan-perairan yang dalam dan arusnya relatif tenang sering ditemukan adanya stratifikasi suhu, mulai dari lapisan suhu yang rendah sampai lapisan suhu yang agak tinggi. Apabila pada bagian permukaan terjadi penurunan suhu yang mendadak, suhu air pun praktis turun sampai di kedalaman tertentu. Pada situasi demikian terjadi pembalikan massa air, yaitu bagian atas bergerak ke bawah dan bagian bawah naik ke permukaan. Kondisi ini semakin dipercepat apabila disertai datangnya angin. Hal ini sempat terjadi pada tahun 2002 keatas. Proses pembalikan masa air itulah yang sering disebut arus balik atau umbalan. Segala nutrien yang membahayakan, seperti NH3, H2S sebagai hasil penguraian dari sisa-sisa pakan dan kotoran yang mengendap akan turut terangkat ke permukaan, membentuk umbalan air berwarna hitam pekat, berbau serta meracuni ikan-ikan budidaya. Pembalikan massa air umumnya terjadi pada saat memasuki awal musim penghujan.

Bukan hanya itu saja, rusaknya lingkungan sekitar DAS Citarum juga membawa dampak buruk terhadap kualitas air waduk Cirata. Penebangan hutan di bagian hulu atau alih fungsi hutan gunung wayang menjadi lahan pertanian serta meningkatnya buangan limbah industri dan rumah tangga semakin memperparah kondisi waduk Cirata. Tingginya intensitas limbah logam berat industri yang masuk ke waduk Cirata melalui DAS Citarum, sempat menjadi penyebab kematian massal ikan-ikan budidaya di waduk Cirata. Limbah logam berat yang masuk ke waduk juga mengakibatkan peningkatan korosi laju turbin PLTA sehingga meningkatkan biaya pemeliharaan turbin. Datangnya musim melaut, tingkat kesukaan masyarakat rendah dan mahalnya harga pakan menjadi salah satu kendala yang sering dihadapi oleh pembudidaya.

keindahan panorama alam waduk Cirata menjadi salah satu alasan pemerintah untuk mengembangkan potensi pariwisata selain potensi perikanan yang dimiliki. Pembangunan fasilitas penunjang dan pertunjukan kesenian tradisional maupun modern diupayakan untuk menambah daya tarik wisatawan.

Ø Berbagai upaya yang dilakukan menghadapi masalah yang terjadi

Kegiatan budidaya di waduk Cirata akan terus di upayakan karena waduk Cirata merupakan salah satu daerah produksi ikan-ikan air tawar, sekitar 30 % ikan - ikan air tawar di wilayah Jawa Barat berasal dari waduk Cirata. Hingga saat ini kematian massal belum merupakan masalah yang besar, walaupun angka kematian massal meningkat setiap tahunnya. Peningkatan angka kematian massal masih berbanding lurus dengan keuntungan sehingga pembudidaya masih tetap mendapat keuntungan.

Selain kegiatan budidaya di waduk Cirata juga terdapat kegiatan perikanan tangkap. Kegiatan penangkapan umumnya dilakukan oleh penduduk yang tidak memiliki modal membangun KJA, untuk menjaga keseimbangan ekosistem waduk akibat kegiatan penangkapan dan sebagai kontrol terhadap kualitas air dilakukan restocking menggunakan ikan grass carp, oreochromis niloticus dan mola. Kegiatan penangkapan hanya boleh dilakukan dengan menggunakan jaring dengan mesh size > 4 Inc.

Tidak hanya melakukan restocking, pemerintah melalui UPTD perikanan memberikan Penyuluhan dan pelatihan teknik budidaya kepada pembudidaya. Bersama kelompok tani (Perpic / Persatuan petambak ikan Cianjur) membuat forum mengenai masalah yang sedang marak dalam kegiatan budidaya KJA di waduk Cirata seperti : penurunan harga jual atau kematian massal. kegiatan monitoring air setiap 3 bulan sekali yang dilakukan BPWC (Badan Pengelola Waduk Cirata).

Pada umumnya kontruksi KJA menggunakan rangka besi, dengan drum sebagai pelampung. Namun ada beberapa KJA yang mengganti drum dengan tumpukan – tumpukan stereofoam, dikarenakan mahalnya harga drum besi. Luasan KJA 1 petak = 7x7 meter dengan luas jaring 200 meter kedalaman 7 meter. Jaring terdiri dari 2 lapisan hal ini ditujukan untuk mengurangi pengendapan pakan terbuang. Drum yang paling bagus digunakan sebagai pelampung KJA, yaitu drum bekas oli karena tidak mudah rusak. Setiap 2 tahun sekali dilakukan perbaikan jaring dan pengecatan drum.

Jaring yang digunakan model jaring kolor yang memiliki 2 lapisan, pada lapisan pertama atau atas diisi oleh ikan mas kemudian dilapisan kedua diisi oleh ikan nila. Ketika panen tiba pembudidaya ada yang memasarkan produk sendiri atau bandar datang langsung.

Ø Pengelolaan waduk Cirata dan waduk Darma

Pengelolaan yang dilakukan di waduk Cirata tidak jauh berbeda dengan yang dilakukan di waduk darma. Fungsi kedua waduk pun tidak jauh berbeda hanya saja waduk darma tidak digunakan untuk PLTA. Pola budidaya perikanan yang diterapkan juga tidak jauh berbeda sama-sama menggunakan pola jaring terapung.

Walaupun dari pengelolaan dan fungsi hampir banyak kesamaan tapi budidaya perikanan di waduk darma tidak seperti budidaya perikanan di Cirata yang tidak bergantung pada musim. Saat musim kemarau tiba budidaya ikan di waduk darma biasanya dihentikan (Produksi ikan menurun) karena waduk darma mengalami kekeringan, sebaliknya saat musim hujan mulai datang pembudidaya mulai produksi ikan dengan menyiapkan KJA mereka kembali. Sedangkan di waduk Cirata yang tergolong waduk berukuran besar memiliki debit air yang relatif stabil, walaupun musim kemarau datang kegiatan budidaya tetap berjalan. Saat ini kondisi waduk sama – sama mulai memprihatinkan akibat kurangnya tingkat kesadaran masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan.

This entry was posted on Selasa, Agustus 04, 2009 and is filed under . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0 feed. You can leave a response, or trackback from your own site.

1 komentar:

On 19 Juli 2016 pukul 09.41 , Unknown mengatakan...

Adakah daftar-daftar desa yang terkena dampak tergenangnya air dari Waduk Cirata ?